Posted by : vino
Jumat, 13 Oktober 2017
Sejarah Perkembangan Digital Cinema
3D
Kali ini kita akan membahas Tentang
Sejarah Digital Cinema 3D ,Pada Zaman Modern Sekarang Cinema 3D tentu sudah
Bukan hal yang asing , Oleh Karena itu Reades tentu tertarikan?? Mengenai
Sejarah Cinema 3D itu sendiri ,mengapa Bisa sampai terlihat seperti nyata atau
realistis ,yuk kita bahas lebih lanjut Mengenai Sejarah Cinema 3 D
-
1856 awal dari Segalanya
Teknologi
3D sebenarnya sudah muncul tak lama sejak teknologi fotografi muncul pertama
kali. Pada tahun 1856, JC d’Almeida memberikan demonstrasi di Academie de
Sciences tentang gambar-gambar stereoscopik (dua gambar foto yang sama dengan
perspektif sedikit berbeda satu sama lain berjarak sekitar dua setengah inci yang
merepresentasikan jarak antara kedua mata manusia) yang diproyeksikan secara
bergantian dengan cepat melalui slides cahaya lentera berwarna merah dan hijau.
Sementara itu penonton memakai kaca mata merah dan hijau sehingga mereka bisa
melihat gambar foto itu secara tiga dimensi.
Setelah
itu pada tahun 1890an, Ducos du Hauron mematenkan temuannya berupa dua warna,
sistem anaglyph: dua lembar film positif transparan stereoscopik di-superimpose
(ditumpuk). Ketika diproyeksikan, penonton bisa melihat efek tiga dimensi
dengan memakai kacamata anaglyph (lensa merah di satu sisi dan lensa biru di
sisi yang lain). Pada masa sekarang kaca mata anaglyph memakai lensa merah dan
cyan.
-
1890an Sistem Anaglyph
Pada tahun 1897, C. Grivolas mengadaptasi sistem
anaglyph ini untuk memutar film bergerak (motion pictures) secara 3D namun
pengaplikasian teknologi ini baru dipakai pertama kali untuk film layar lebar
di tahun 1922 dengan film The Power of Love yang dibuat oleh Harry K Fairall.
Secara teknis selain memakai sistem anaglyph, film ini juga memakai dual film
strip projection. Artinya, dibutuhkan dua strip film yang diputar secara
bersamaan dengan dua proyektor film sejajar. Setelah itu banyak bermunculan
film-film lain dengan format 3D sistem anaglyph yang lain.
Anaglyph
sendiri memiliki kelemahan, yaitu untuk menghasilkan efek tiga dimensi, sistem
ini melakukan pemblokiran warna-warna tertentu dari gambar stereoscopik yang
diproyeksikan ke layar untuk mendapatkan efek 3D. Akibatnya tidak tercapai full
colour. Hal ini tidak bermasalah di zaman film hitam-putih. Ketika muncul film
berwarna di tahun 1935 maka ini menjadi sebuah problem.
Sebuah
gebrakan teknologi muncul ketika ilmuwan bernama Edwin Land mematenkan
temuannya berupa filter Polaroid di tahun 1932. Filter Polaroid dibentuk dengan
tumpukan lapisan-lapisan filter tipis transparan yang dimiringkan dengan sudut
tertentu untuk meniadakan silau (glare) cahaya yang dilewati filter itu. Di
kemudian hari filter ini bisa diaplikasikan untuk teknologi 3D dan kamera
instan Polaroid. Dibandingkan dengan sistem anaglyph, Polaroid 3D (Polarized
3D) lebih baik karena prinsip kerjanya mempolarisasi (memfilter) gelombang
cahaya tertentu tanpa memblokir warna apapun agar tercapai efek 3D ketika
diproyeksikan di layar dan ditonton dengan kaca mata anaglyph.
-
1950an Masa Keemasan
Tahun
1950an menjadi masa keemasan pertama bagi film 3D di Hollywood. Perintisnya:
Bwana Devils (1952). Film ini ditulis dan disutradarai oleh Arch Oboler dan
dianggap sebagai film layar lebar pertama berwarna dengan sistem Polaroid 3D
dual strip. Setelah itu banyak muncul film-film 3D lainnya seperti Man in The
Dark, House of Wax, It Came From Outer Space, Dial M For Murder, Creature From
The Black Lagoon, Inferno, dan lain-lainnya. Kemudian popularitas film 3D
secara tak disangka menurun. Ada beberapa faktor kenapa hal ini terjadi:
1.
Distributor film beranggapan, karena film 3D menggunakan dual strip untuk
setiap pemutaran, berarti harga sewa copy film menjadi dua kali lipat. Kenyataannya
penonton tidak mau membayar harga tiket dua kali lipat.
2.
Karena memakai sistem dual strip dengan proyektor ganda yang saling terkait,
maka setiap pemutaran film harus dipastikan gambar dari kedua proyektor sinkron
setiap saat agar penonton tidak mengalami efek pusing atau mata pegal. Hal ini
sulit untuk dijaga terus-menerus karena setelah pemutaran berkali-kali copy
film dapat mengalami kerusakan di beberapa bagian. Biasanya, proyeksionis
menangani copy cacat dengan membuang frame yang rusak. Pada dual strip, jumlah
frame dan panjang print film harus sama untuk kedua copy.
3.
Di samping itu, tidak fokusnya gambar pada salah satu proyektor akibat
kecerobohan proyeksionis juga dapat membuat penonton mengalami pusing dan mata
pegal.
Akibat
kendala-kendala di atas, setelah 1955, tren film 3D cenderung menurun dan era
keemasan tahun 50an berakhir.
-
2000 an Bangkitnya Film 3D di Era Digital
Teknologi
digital baik untuk pengambilan gambar (kamera), pasca produksi maupun untuk
penayangan (sistem proyektor) telah memberikan kemudahan bagi pengadaan film
3D. Dari tahun pertengahan 1980an sampai awal 2000an berbagai film 3D banyak
diproduksi namun sebagian besar tidak tayang sebagai film komersial melainkan
sebagai tontonan di wahana taman hiburan seperti Disneyland, Universal Studios,
dan sebagainya sampai munculnya sistem digital cinema yang standar dan
universal di awal 2000an.
Di
tahun 2000an ini para pembuat film di Hollywood melihat bahwa teknologi digital
memberikan mereka kendali yang lebih baik dalam membuat dan menayangkan film 3D
sebagai tontonan mainstream. Sutradara James Cameron, salah satu pelopor 3D di
era digital, membuat film IMAX 3D berjudul Ghost From Abyss di tahun 2003. Film
ini adalah dokumenter tentang kapal karam Titanic yang terkenal.
Robert Rodriguez, sutradara terkenal lainnya,
membuat dua film 3D berjudul Spy Kids 3-D: Game Over (2003) dan The Adventure
of Sharkboy and Lavagirl in 3D (2005). Kedua film menggunakan teknologi
anaglyph 3D. Setelah itu banyak film 3D yang diproduksi namun kebanyakan
merupakan film animasi seperti Polar Express (2004), Open Season (2006), dan
Ant Bully (2006). Di tahun 2009, James Cameron kembali merilis sebuah film 3D
berjudul Avatar. Film dengan budget US$ 237 juta yang sukses di seluruh dunia
ini menghasilkan uang sebesar US$ 2,782,275,172 dan menjadikan film ini
terlaris sepanjang masa sampai sekarang. Sukses ini membuat Hollywood
berlomba-lomba memproduksi film 3D dan mempercepat konversi sinema digital
secara global.
Sejarah
cinema 3D memang berkembang cukup lama namun,perkembangan itulah yang membuat
Cinema 3D saat ini terlihat sangat maju,jika dibandingkan dengan sebelum tahun
2000an ,semua itu tak lepas dari perkembangan computer ,Ok itu saja Artikel
pada kesempatan Kali ini,terimakasih ,sampai jumpaa….